Iklan Billboard 970x250

Pengertian dan Makna Banten Byakala atau Byakaon

Pengertian dan Makna Banten Byakala atau Byakaon

HINDUALUKTA -- HINDUALUKTA -- Umat hindu tidak bisa lepas dari sarana persembahyangan seperti dupa, banten, bunga dan lainnya. Sebab dalam lontar yadnya prakerti dijelaskan bahwa Sehananing Bebanten pinaka raganta tuwi. pinaka warna rupaning Ida Bhatara pinaka Andha Buwana. Artinya: "Semua banten lambang diri kita (manusia), lambang aneka kemahakuasaan Tuhan dan lambang Bhuwana Agung.

Pengertian dan Makna Banten Byakala atau Byakaon
Banten Byakala atau Byakaon
Banten merupakan  salah satu komponen penting dalam kehidupan mereka ibaratnya masyarakat hindu menggunakan banten seperti mereka menggunakan  udara untuk bernafas. Banten memiliki arti sebagai  persembahan  serta sarana bagi umat Hindu Bali sebagai rasa bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas dasar tulus ikhlas, perwujudan cinta kasih, serta tidak lupa untuk mewujudkan rasa terima kasih atas semua anugerah yang telah di limpahkan-Nya.

Pengertian Banten Byakala atau Byakaon

Banten Byakala/Bayakaon terdiri dari dua suku kata yaitu: baya dan kaon. Baya berarti segala marabahaya dan kaon artinya menghilangkan. Dalam artikel Sejarah Hari Raya & Upacara Yadnya di Bali dijelaskan bahwa Banten Bayakaon berasal dari akar kata baya dan kaon. Baya artinya segala sesuatu yang membahayakan baik pada setiap upakara yadnya, pralingga, termasuk yang terdapat dalam diri sendiri, yang kemudian dapat menimbulkan gejolak-gejolak negatif tatkala berpikir, berucap dan berprilaku yang bersumber dari ahamkara (egoisme). Sedangkan kata Kaon artinya menghilangkan.  

Makna Banten Byakala/Bayakaon

Banten Bayakaon bermakna sebagai lambang untuk menghilangkan segala bentuk marabahaya. Dalam bentuk banten bayakaon pada intinya terdiri dari warna merah yaitu: sampiyan dibuat dari daun andong merah dan tetebus yang dipakai juga berwarna merah. Warna merah sebagai lambang agni/api, api sebagai lambang bayu, bayu sebagai lambang aktivitas atau perilaku. 

Banten Byakala/Bayakaon digunakan untuk memohon kekuatan kepada Sang Hyang Agni agar segala perilaku  terhindar dari segala hal-hal yang tidak baik atau yang membahayakan.  Dalam penggunaan banten byakala, dijalankan pada bangunan bagian bawah (ring sor), dalam tubuh manusia dilaksanakan pada bagian kaki. Sedangkan dalam wujud Tri Bhuwana sebagai pensucian bhur loka. 

Pada Tri Mandala dilaksanakan pada nistha mandala, di dalam Tri Premana sebagai pensucian bayu, dalam wujud Tri Kaya sebagai pensucian dari perilaku ataupun perbuatan (Wijayananda, 2004: 71-72).  Pada upacara tutug kambuhan banten byakala sebagai sarana untuk menghilangkan semua gejolak negatif yang bersumber dari ahamkara (egoisme), pada saat proses upacara byakala tirtha dipercikkan ke bawah atau dari pinggang ke bawah dan diayab ke belakang.   

Dalam Lontar Rare angon dikatakan: 

“Banten Bayakaon inggih punika maka sarana ngicalang sekancanin pikobet-pikobet sane nenten ecik, dumugi sidha galang apadang”.

Dengan demikian Banten Bayakaon berfungsi sebagai sarana untuk menghilangkan semua gejolak negatif yang bersumber dari ahamkara (egoisme).

Fungsi Banten Byakala/Bayakaon

Banten Byakala/Byakaon berfungsi sebagai penetralisir kekuatan bhuta kala yang bersifat negatif, yang mengandung arti membersihkan dan menyebabkan bahaya atau menetralisir kekuatan bhuta kala yang bersifat negatif untuk dijadikan bhuta hita.   Pada upacara tutug kambuhan banten byakala dipergunakan sebagai manggala upacara, baik unsur Bhuwana Agung maupun Bhuwana Alit dengan tujuan mencapai keseimbangan antara lahir dan bhatin. Secara niskala untuk menghilangkan kekuatan-kekuatan buruk bhuta kala serta mengembalikan ke sumbernya dan tidak mengganggu proses upacara. 

Sebagai sarana menstanakan, mengembalikan, memanggil agar premana atau karisma (taksu) pada suatu bangunan dan diri manusia kembali bersinar dengan cerah. Setelah Tri Bhuwana, Tri Mandhala, Tri Premana dan Tri kaya kita terlepas belenggu mala atau kekotoran membelenggunya, dengan sinar Atma yang cerah akan dapat menyatu dengan sinar Ida Sang Hyang Widhi, sebagai sumber dari segala kehidupan (Wijayananda, 2004: 75). 


Baca Juga
SHARE
Subscribe to get free updates

Related Posts

Post a Comment

Iklan Tengah Post