Pengertian Panca Yama Brata dan Bagian-Bagianya
a. Ahimsa, tidak melakukan kekerasan
b. Brahmacari, masa menuntut ilmu/masa aguron-guron
c. Satya, kesetiaan dan kejujuran
d. Awyawaharika, melakukan usaha menurut dharma
e. Astenya, tidak mencuri milik orang lain.
Tari Kecak Pura Uluwatu |
1. Ahimsa
Ahimsa terdiri dari kata a yang artinya tidak, dan himsa yang artinya menyakiti atau membunuh. Dengan demikian, ahimsā artinya suatu perbuatan yang tidak menyakiti, kasih sayang dan atau membunuh mahluk lain (Tim Sabha Pandita, 2011: 16). Ahimsa dimaksudkan disini adalah tidak semena-mena menyakiti dan membunuh demi nafsu belaka, keuntungan pribadi, dendam dan kemarahan (krodha) melainkan untuk tujuan pemujaan kepada Tuhan dan kepentingan umum. Menurut ajaran Dharma didalam sloka disebutkan ahimsa para dharmah artinya kebajikan (dharma ) yang tertinggi terdapat pada ahimsa.
Dengan demikian sebenarnya ajaran Ahimsa itu tidak lain harus memperhatikan dan mengendalikan tingkah lakunya agar pikiran, perkataan, dan perbuatan tidak menyakiti orang lain atau mahluk lain. Setiap pikiran, perkataan, perbuatan yang tujuannya menyakiti orang lain maka disebut perbuatan Himsa. Oleh karena itu, hindari perbuatan Himsa terhadap semua mahluk. Kita harus saling asah, asih, dan asuh terhadap sesamanya. Karena jiwatman kita sama dengan jiwatman mahluk lain yang berasal dari satu sumber yaitu Parama atman (Sang Hyang Widhi ).
Brahmacari adalah masa menuntut ilmu (usia belajar) seperti murid-murid disekolah. Kata Brahmcari terdiri dari dua kata yaitu: Brahma dan Cari atau Carya (Tim Sabha Pandita, 2011: 17). Brahma artinya Ilmu pengetahuan sedangkan Cari atau Carya berasal dari bahasa sansekerta, yaitu : Car artinya gerak atau tingkah laku. Sehingga pengertian Brahmacari artinya tingkah laku manusia dalam menuntut ilmu pengetahuan terutama ilmu pengetahuan tentang ketuhanan dan kesucian.
Brahmacari juga disebut masa Aguron-guron (masa berguru). Oleh karena itu, seorang siswa kerohanian harus mempunyai pikiran yang bersih yang hanya memikirkan pelajaran atau ilmu pengetahuan saja, supaya perasaan dan pikiran bisa terpusat. Belajar dengan baik perlu adanya tata tertib yang baik seperti : pemakaian waktu, kebersihan, kesopanan, ketertiban pembagian tugas, dan juga sanksi-sanksi pelanggaran.
3. Satya
Satya artinya : benar, jujur, dan setia (Tim Sabha Pandita, 2011: 18). Satya juga diartikan sebagai gerak pikiran yang patut diambil menuju kebenaran, yang di dalam prakteknya meliputi kata-kata yang tepat dan dilandasi kebajikan untuk mencapai kebaikan bersama. Oleh karena itu, Satya tidak sepenuhnya diartikan benar, jujur dan setia tetapi di dalam pelaksanaannya melihat situasi yang bersifat relatif. Maka di sinilah kita menempuh jalan Satya yang pelaksanaannya melihat situasi dan kondisi yang relatif. Satya, kejujuran untuk mencari kebenaran ini sangat memegang peranan yang penting di dalam ajaran kerohanian untuk mencapai kelepasan atau moksa.
Di dalam sastra sering kita jumpai sebagai motto atau semboyan yaitu : “ Satyam eva jayate “ yang artinya hanya kejujuranlah yang menang bukan kemaksiatan atau kejahatan. Adapun lima macam Satya yang disebut dengan Panca Satya terdiri dari:
- Satya Hredaya, artinya setia dan jujur terhadap kata hati.
- Satya Wacana, artinya setia dan jujur terhadap perkataan.
- Satya Semaya, artinya setia dan jujur terhadap janji.
- Satya Laksana, artinya setia dan jujur terhadap perbuatan.
- Satya Mitra, yaitu setia dan jujur terhadap teman.
Berangkat dengan penjelasan tentang satya bahwa yang disebutkan tersebut adalah kesetiaan dan kejujuran yang hendaknya dilakukan secara kata hati, perkataan, perbuatan, janji, janji dan terhadap teman sejawat. Untuk itu, penerapan ajaran susila ini tidak hanya menjadi buah bibir yang diucapkan melainkan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Awyawaharika atau awyawāhara artinya tidak terikat pada ikatan keduniawian (Tim Sabha Pandita, 2011: 19). Ajaran Awyawahārika menjadikan orang rendah hati, sederhana, jujur, menyayangi sesama, berbudi luhur, tidak mengharapkan pujian dan suka menolong tanpa pamrih. Pelaksanaan konsep awyawahārika sebagai wujud kewajiban yang dilakukan dalam kehidupan ini dengan berkerja tanpa mengharapkan pamrih. Untuk penerapan dalam kehidupan ajaran awywahārika ini tentu sangat penting untuk diamalkan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Penerapan ajaran ini menjadikan insan yang memperhatikan lingkungannya dengan selalu berkerja sesuai dengan kewajiban dan keahliannya dari orang yang bersangkutan. Kewajiban ini dilakukan dengan sebaik mungkin tanpa ada paksaan dari siapapun karena menyadari bahwa hidup ini adalah sebuah kesempatan dengan jalan menolong orang lain.
5. Asteya
Asteya atau Astenya artinya tidak mencuri atau tidak memperkosa hak milik atau memikirkan untuk memiliki barang orang lain (Tim Sabha Pandita, 2011: 20). Astenya mengajarkan manusia agar selalu jujur, tidak suka pada hak milik orang lain dalam artian tidak mencuri, korupsi karena mencuri atau perbuatan sejenisnya adalah perbuatan yang dilarang agama. Sehingga, harus ditumbuhkan dengan tentang sifat tidak mengingginkan barang milik orang lain. Karena dalam hal ini akan merugikan diri sendiri dengan pencemaran nama baik dan orang lain sebagai korbannya.
Baca Juga
Post a Comment
Post a Comment