Dewa Brahma Sang Pencipta
Nama lain : Brahmin, Berahma, Berma, Bromo, Brama, Piraman, Prajapati, Thada Phrom, Utpati
Peran : Pencipta Semesta
Arti Nama : Mantera Suci (Brahma), Pencipta (Utpati), Api (Bromo/Brama)
Realm : Brahmaloka
Wahana : Hamsa (Angsa)
Ras : Trimurti
Awatara : Dattareya
SEKILAS PANDANG
Brahma adalah sosok pertama dari Tiga Trimurti yang biasanya digambarkan sebagai pria tua yang hanya mengenakan pakaian kain putih serta memiliki empat wajah (Chatur Mukha Brahma). Empat wajahnya ini melambangkan empat zaman (yuga) yakni : Satya, Treta, Dwapara, dan Kali; juga melambangkan empat warna : Brahmana, Kesatria, Waisya, dan Sudra. Brahma memiliki empat lengan yang biasanya menggenggam beberapa benda seperti : akshamala (tasbih), kurcha (rumput kursha), padma (bunga teratai), sendok, kamandala (kendi air), atau pustaka (kitab / buku).
Sebagaimana banyak dideskripsikan dalam Veda, Brahma adalah Trimurti yang bertugas menciptakan semesta dari ketiadaan atau menciptakan ulang dunia pasca dihancurkan oleh Siwa. Terkadang saat ‘sandhya’ – kehancuran parsial – yang terjadi terlalu parah(misalnya saat dunia diterjang banjir besar pada masa Satya-Yuga), Brahma akan datang untuk menciptakan bagian-bagian dunia yang hancur atau perlu ‘diperbaiki’. Ia akan terus melakukan ini selama dirinya masih hidup. Brahma akan hidup selama 72.000 kalpa atau setara dengan 311.040.000.000.000 tahun. Setelah itu, seluruh semesta akan bersatu kembali kepada Brahman (Keberadaan Yang Mahatinggi).
Brahma tinggal di sebuah tempat bernama Brahmaloka, tempat di mana atma para brahmana terpilih yang telah wafat akan masuk ke tempat ini untuk belajar langsung kepada Brahma. Di Brahmaloka ini pula, Brahma tinggal bersama pasangannya, Saraswati, seorang dewi yang dipercaya sebagai dewi ilmu pengetahuan. Secara teknis Saraswati adalah putri Brahma karena ia lahir bersamaan dengan para Prajapati. Baik Brahma maupun Saraswati menaiki wahana (hewan tunggangan) yang sama yakni angsa. Khusus untuk Brahma, angsanya memiliki nama Hamsa.
PRAJAPATI
Prajapati adalah sejumlah rsi dari golongan dewata yang lahir bersamaan saat Brahma tengah melakukan penciptaan kosmis. Mereka adalah yang ditunjuk untuk menurunkan manusia pada setiap Mahayuga. Di setiap kalpa (4.320.000.000 tahun) ada 14 Prajapati yang bertugas. Dua Prajapati yang paling terkenal adalah Daksha, yang menjadi ayah mertua dari Siwa serta pemimpin para Prajapati, dan Kashyapa yang menurunkan para Adhitya pada Mahayuga saat ini.
Sama seperti ayah mereka, Prajapati dapat menciptakan sesuatu dari ‘ketiadaan’, sebuah tekhnik yang dipercaya diajarkan para Prajapati ke anak-anak mereka dan juga diajarkan kepada para brahmana. Sehingga di epos-epos kuno kita bisa menemukan kisah-kisah beberapa brahmana yang mampu menciptakan sesuatu dari ketiadaan.
Prajapati dipercaya turut membantu Brahma dalam penciptaan dunia. Jika diumpamakan seperti perusahaan konstruksi ... Brahma adalah mandornya (sekaligus CEO) dan para Prajapati adalah para pekerjanya.
ADHARMA
Segala proses di dunia ini selalu menghasilkan residu atau produk sampingan. Pembakaran bahan bakar minyak misalnya, akan menghasilkan residu berupa CO2, atau karbon dan gas CO jika pembakarannya tidak sempurna.
Penciptaan semesta pun demikian. Saat semesta pertama kali tercipta, selain dewa-dewa (non-Adhitya) dan manusia, ada produk sampingan berupa Ashura (Raksasa) dan Adharma (Ketidakbenaran). Adharma dalam konteks ini dikatakan sebagai makhluk supranatural berkekuatan hebat yang kelak akan menurunkan salah satu musuh utama Wisnu : Iblis Kali.
MENGAPA BRAHMA KALAH POPULER DIBANDING WISNU DAN SIWA?
Di seluruh India yang seluas itu saja, kita hanya bisa menemukan setidaknya 9 kuil yang dikhususkan untuk Brahma. Beda jauh dengan kuil untuk Wisnu atau Siwa yang di tiap kota jumlahnya bisa 20 -100 kuil. Banyak orang mempertanyakan sebab-musabab ketidakpopuleran Brahma dan ada dua versi yang mencoba menjelaskan hal ini :
Versi pertama berkaitan dengan persaingan antara Trimurti. Seperti yang sudah-sudah, cerita tentang kekuasaan yang dibagi tiga selalu melahirkan polemik.
Trimurti memang tidak punya konflik tapi itu bukan berarti mereka tidak pernah ‘bertengkar’. Perselisihan mereka bermula saat Wisnu dan Brahma berdebat tentang siapa yang paling superior di antara mereka. Karena tidak menemui titik temu, mereka berdua akhirnya memanggil Siwa dan meminta pendapat Siwa untuk menentukan siapa yang paling hebat di antara mereka.
Siwa akhirnya mengubah dirinya menjadi sebentuk monumen lingga raksasa yang berselimutkan api. Monumen lingga menjulang dari permukaan bumi sampai nun jauh di angkasa. Baik Brahma dan Wisnu setuju siapapun yang bisa mencapai puncak lingga jelmaan Siwa itu, dialah pemenangnya. Brahma mengubah dirinya menjadi seekor angsa dan Wisnu mengambil rupa seekor babi hutan Kedua Trimurti ini mulai memanjatnya lingga tersebut, tapi mereka berdua tidak jua sampai di puncak lingga meski sudah begitu lamanya mereka memanjat. Wisnu akhirnya menyatakan diri kalah dan mengakui keunggulan Siwa dibandingkan dirinya. Brahma sendiri merasa ‘gengsi’ untuk mengakui keunggulan Siwa dan mulai merencanakan sebuah rencana curang.
Sesaat sebelum Siwa berubah tadi, ia telah meletakkan bunga ketaki (Pandanus odorifer) di puncak lingga itu. Brahma meminta ketaki, yang telah tumbuh di puncak lingga untuk memberi kesaksian pada Siwa bahwa ia telah mencapai puncak lingga. Ketaki setuju dan saat ketiga Trimurti ini bertemu lagi, ketaki memberi kesaksian bahwa ia telah melihat Brahma mencapai puncak lingga.
Siwa langsung tahu bahwa ketaki dan Brahma berbohong. Marah atas ketidakjujuran Brahma, Siwa mengucapkan dua kutukan : Brahma takkan lagi dipuja oleh manusia di muka bumi dan bunga ketaki takkan pernah dipakai orang Hindu sebagai bunga dalam upacara persembahan apapun. Setelah itu Siwa mengeluarkan trisulanya dan memenggal satu dari lima kepala Brahma sehingga Brahma saat ini hanya memiliki empat kepala dan sejak saat itu jumlah pemujanya (terutama di India) menurun drastis.
Versi lain menyatakan karena Brahma adalah ayah baik dari dharma (diwakili oleh para Dewata) mapupun adharma (diwakili oleh para Ashura), beberapa Ashura mulai serius melakukan upacara pemujaan dan tapa yang ditujukan kepada Brahma. Hasilnya? Mereka mendapatkan kekuatan yang cukup besar (mungkin akses terhadap Brahmastra) sehingga para Dewata pun kerepotan menghadapi mereka. Wisnu yang melihat hal itu segera turun ke dunia dan menyamar menjadi seorang ashura lalu mulai menyebarkan kabar ‘sesat’ bahwa Brahma itu tidak adil, bahwa Brahma itu tidak layak disembah terlebih bagi para Ashura yang menentang adanya hukum yang mengikat perilaku mereka. Para Ashura mulai terpengaruh oleh perkataan itu dan kekuatan mereka pun menghilang seiring dengan timbulnya keraguan mereka pada Brahma.
Tapi Wisnu benar-benar melakukan tugas ini dengan ‘terlalu baik’, sebab saat itu Ashura dan manusia berbagi tempat tinggal di dunia yang sama. Efek dari pemberitaan sesat Wisnu pada para Ashura ini juga turut membuat banyak manusia yang ragu akan perlunya mereka menyembah Brahma. Sejak saat itu jika dibandingkan Trimurti lainnya, Brahma menjadi kalah populer.
BRAHMA DI NUSANTARA
Dibandingkan di India, para penganut Hindu di sini masih memperlakukan Brahma secara ‘lebih lumayan’. Setidaknya di Prambanan kita bisa melihat Brahma dibuatkan candi khusus, berdampingan dengan Wisnu, dan di Bali ada Pura Andakasa yang dikhususkan bagi Brahma. Di India sendiri, Brahma jarang mendapatkan tempat khusus meski 80% masyarakat India menganut agama Hindu. Masyarakat Hindu India lebih banyak memuja para Shakti /Devi (Shaktiisme), Wisnu (Waisnawa), atau Siwa (Shaivanism).
Di masa lalu, meski tidak sepopuler Wisnu dan Siwa, nama Brahma muncul dalam beberapa kesempatan. Dalam legenda yang berkembang di Jawa Timur tentang Ken Arok misalnya, Brahma dipercaya sebagai ayah biologis dari Ken Arok. Konon Brahma terpukau akan kecantikan ibu Ken Arok, Ken Endok dan menjadikannya kekasih. Dari hubungan ini lahirlah Ken Arok. Nama Brahma juga dijadikan nama sebuah gunung di jajaran Pegunungan Tengger, yakni Gunung Bromo. Gunung Bromo dipercaya berasal dari kata Brahma dan sempat ada sekte yang mempercayai bahwa Brahmaloka – semesta tempat kediaman Brahma – terhubung dengan gunung Bromo.
Dalam pewayangan versi Jawa, Brahma punya peran yang sangat berbeda dari peran awalnya. Ketika masyarakat Hindu mulai menghilang dari Tanah Jawa dan era wayang kulit ala Walisongo mulai muncul, peran Brahma sebagai pencipta dalam pakem wayang kulit diberikan pada sosok bernama Sang Hyang Wenang, sementara Brahma sendiri diubah namanya menjadi Brama (api) di mana dirinya adalah seorang dewa penguasa api, putra dari sosok Bathara Guru (Siwa). Sosok Brahma dalam pewayangan Jawa dilebur dan dicampuraduk dengan sosok Agni.
BRAHMASTRA (Brahma-Astra), SISI DESTRUKTIF BRAHMA
Meskipun sering digambarkan sebagai orangtua bijak yang ‘tidak berbahaya’, Brahma bisa menjadi sangat anarkis dan destruktif kalau dirinya diprovokasi. Ia dipercaya telah menciptakan tiga varian astra – senjata para dewa – untuk menghadapi situasi tidak menguntungkan. Tiga astranya adalah Brahmastra – senjata yang tak pernah meleset dari targetnya dan sanggup memporakporandakan satu area serta menghabisi sejumlah besar pasukan dalam waktu singkat, Brahmadanda – tongkat kayu yang bisa meredam efek serangan Brahmastra, dan kalau Brahmastra belum cukup buruk masih ada Brahmashira – yang punya daya penghancur empat kali lipat Brahmastra. Dalam suatu kisah, seorang Ashura pernah berusaha menganggu Brahma yang tengah menciptakan deretan pegunungan. Kesal dengan gangguan dari Ashura tidak tahu diri itu, Brahma melemparkan senjatanya – Brahmastra – ke arah Ashura itu dan Ashura itupun langsung hancur menjadi abu. Di saat yang sama ledakan Brahmastra yang kelewat besar telah membuat sebuah kawah baru di deretan pegunungan itu.
Brahmastra adalah senjata astra paling destruktif nomor dua dari segala astra dewata. Dan karena sikapnya yang murah hati, Brahma memperbolehkan beberapa kesatria dan brahmana mengakses Brahmastra – tidak peduli mereka hendak menggunakannya untuk tujuan apa. Kesatria dan brahmana seperti Wiswamitra, Rama, Laksmana, Adipati Karna, Arjuna, Drona, dan Aswathama dipercaya bisa memanggil Brahmastra sesuka hati mereka. Tapi Brahmastra hanya bisa digunakan para petarung ini sekali dalam sehari karena butuh konsentrasi tinggi bagi mereka untuk memanggil astra yang satu ini.
Brahmashira sendiri tidak pernah digunakan dalam pertempuran apapun.
AWATARA : DATTAREYA
Ada masanya ketika Brahmana bisa salah ngomong dan memicu kemarahan para dewi dan membuat suami-suami mereka kerepotan. Hal itu terjadi pada seorang wanita bernama Anusuya, istri seorang brahmana bernama Atri, yang dipuji-puji seorang brahmana bernama Narada dalam "pativratyam" (puji-pujian kepada istri yang taat pada suami) secara berlebihan, melebihi pujiannya kepada Tridevi (Saraswati, Laksmi, dan Parwati). Tridevi pun cemburu dan emosi lalu meminta suami-suami mereka mencabut anugerah pativratyam-nya.
Ketiga Trimurti turun ke dunia, bertamu ke rumah Atri saat Atri sedang tidak berada di tempat dan meminta makanan kepada Anusuya. Saat Anusuya bersedia melakukannya, ketiga tamu misteriusnya itu mengajukan syarat kedua : Anusuya harus menghidangkan makanan itu dalam kondisi tanpa busana. Sesuatu yang dianggap sangat-amat-tabu. Istri yang telanjang di depan orang lain selain suaminya akan dianggap istri yang menyerong dan otomatis Anusuya akan kehilangan anugerah pativratyam-nya. Tapi ketika ia mencoba menolak keinginan ketiga tamunya itu, ketiga tamunya mengancam akan mencabut seluruh kekuatan gaib Atri, suaminya.
Tapi sesaat Anasuya mengingat lagi bahwa ketiga tamunya itu meminta makanan dengan mengucapkan, “Bhavati Bhiksham Dehi! – Oh Ibu, berikanlah kami sedikit makanan.” Karena itulah Anasuya menganggap bahwa tiga orang ini bukanlah manusia normal, dan Anasuya memutuskan akan menganggap ketiga orang itu adalah anak-anaknya dan ia adalah ibu yang menyiapkan hidangan untuk anak-anaknya. Benar saja, ketika ia kembali, ketiga tamunya sudah berubah wujud menjadi tiga anak kecil. Tiga anak itu makan hidangan yang disajikan Anusuya dan menyusu pada wanita itu kemudian tidur di pangkuannya. Saat terbangun, ketiga tamunya kembali ke wujud dewa mereka dan menganugerahi Anusuya himne pativratyam tambahan dan sebuah janji bahwa ia kelak akan memiliki tiga anak. Yang pertama adalah Dattareya – awatara Brahma, Wisnu, dan Siwa sekaligus dalam satu tubuh, yang kedua adalah Durvasa – awatara Siwa, dan yang ketiga adalah Chandra – yang kelak akan menjadi dewa bulan.
• Brahma nyaris tidak punya awatara (penjelmaan ke dunia). Satu-satunya awatara Brahma adalah Dattareya, itupun ia menjelma bersama kedua Trimurti lainnya.
• Astra paling destruktif adalah trisula milik Siwa. Astra ini dipercaya lebih destruktif daripada Brahmashira sekalipun.
• Beberapa penganut teori peradaban maju yang hilang lalu percaya bahwa Brahmastra adalah sejenis senjata nuklir dari masa lampau.
• Catur warna – empat profesi dipercaya lahir dari bagian tubuh Brahma yang berbeda-beda. Brahmana lahir dari kepala Brahma, Kesatria dari tangannya, Waisya dari badannya, dan Sudra dari kakinya.
Apakh Dewa Brahma Akan Mati
Dalam BG. 8.16
A-brahma-bhuanal lokah
punar avartino’rjuna
mam upetya tu kaunteya
punar janma na vidyate
Dari alam Brahma selanjutnya ke bawah wahai Arjuna, semuanya mengalami kelahiran kembali, tetapi setelah mencapai Aku wahai putra Kunti (Arjuna) ia tak akan lahir kembali.
Menurut Srimad Bhagavatam mulai dari planet dewa brahma (satya loka), planet dewa Indra (sorga loka), planet bumi terus ke bawah sampai dengan planet-planet neraka disebut mrtyu loka atau tempat kematian, siapapun yang menghuni planet-planet itu tidak akan terhindarkan dari proses lahir, penyakit, usia tua dan kematian terus-menerus berputar mengikuti lingkaran karma.
Para penghuni planet-planet tersebut terutama yang ada diatas planet bumi tentu kwalitas rohaninya lebih maju daripada kita yang ada di planet bumi ini dan badannya tentu tidak terbentuk dari unsur-unsur seperti yang membentuk badan kita ini yaitu Panca Maha Bhuta
Pada saat semesta ini mengalami proses peleburan/pralina maka mulai dari plant dewa brahma sampai dengan planet neraka seluruhnya mengalami proses peleburan karena semua planet tersebut berikut penghuninya termasuk material....mudah-mudahan berkenan..suksma..
Agung joni
26 april 2016
Post a Comment
Post a Comment