Iklan Billboard 970x250

Tantangan Membangun Keluarga Ideal Dalam Agama Hindu

Tantangan Membangun Keluarga Ideal Dalam Agama Hindu

HINDUALUKTA -- Dijaman globalisasi ini, mewujudkan keluarga merupakan suatu tantangan yang mesti dihadapi semua keluarga. Baik miskin maupun kaya, maka kebutuhan yang semakin sulit didapatkan membuat manusia harus bekerja lebih keras. Biasanya seorang ayah adalah nahkoda yang mengarahkan bahtera, mengusahakan bahan bakar untuk kelangsungan perjalanan, memberi motivasi kepada penumpangnya, langka apa untuk menghindari tabrakan fatal dengan karang. Karang itu bisa berupa krisis moneter dan resesi ekonomi, erosi pendidikan, pengaruh budaya asing yang negatif, pornografi, tindakan kekerasan dan kebrutalan, hilangya semangat juang dan kekeluargaan, ogoisme dan fanatisme golongan, penyalagunaan kekuasaan, hukum dan keadilan, keliru menerapkan kemajuan inovasi teknologi.
Tantangan Membangun Keluarga Ideal Dalam Agama Hindu
Pura Gunung Salak (Foto: mutiarahindu.com)
Seorang Ibu adalah mengatur dan merencanakan biaya seluruh perjalanan, penyeleksi dan perifikator perolehan materi Bapak, apakah halal untuk makanan keluarga atau tidak. Apakah di dalam terkandung hak-hak orang lain atau sudah bersih? Selain tugas di atas, Ibupun dituntut mempunyai kepandaian setaraf Bapak. Tindakan persiapan untuk menghadapi setiap keadaan darurat apabila Sang Nahkoda berhalangan. Peredam ombak emosi dan navigator arah bahtera supaya tetap lurus dan selamat sampai pelabuhan di pantai kebahagiaan yang abadi. Selain tugas diatas Ibupun harus berwawasan tambahan dan ekstra hati-hati menjaga dan mengawasi generasi penerusnya ialah putra-putrinya.

“Tatha Nityam Yateyatam, Stripumsau tu kritakriyau
Jatha nabhicaretam tau, Wiyuktawitaretaram” (Weda Smrthi IX. 102)

Terjemahan:

Hendaknya laki-laki dan perempuan yang terikat dalam ikatan perkawinan, mengusahakan dengan tidak jemu-jemunya supaya mereka tidak bercerai dan jangan hendaknya melanggar kesetiaan antara satu dengan yang lain”.

Anyonyasyawayabhicaro, Bhawedamaranantikah
Esa Dharmah Samasena, Jneyahstripumsayoh parah”. (Weda smrthi XI. 101)

Terjemahan:

Hendaknya supaya hubungan yang setia berlangsung sampai mati, Singkatnya ini harus di aggap sebagai hukum yang tertinggi sebagai suami istri”.

Berilah mereka makanan dan pupuk kehidupan yang berasal dari perolehan sang Ayah secara halal. Suapilah merekan dengan makanan sejuknya, syukur akibat karunia Brahman. Gunakanlah potensi protein untuk mengubah nasib dirinya dalam memaksimalkan pemamfaatan peluang yang diberikan Brahman ke seluruh umatNya dalam memperoleh pertambahan nilai kehidupan. Beritahukanlah kepada mereka, jalanilah kehidupan ini dengan penuh kajian dan pertimbangan. Gunakanlah fasilitas rasa dalam artian positif. Rasa tidak puas bukan sinonim dari “Tamak” tetapi jadikanlah predikat ini untuk kontek mencari ilmu dunia dan moksa atau peroleh prestasi yang menguntungkan umat. Nurani tidak tumbuh subur bukan sinonim dari tidak peka atau tidak berperasaan, tapi tidak memperdulikan cemoohan atau perasaan yang merugikan. Perasaan iri hati terhadap kelebihan orang lain, harus diterjemahkan iri terhadap prestasi orang lain dan kemudian memicu diri untuk bisa melebihinya. Iri dan panas hati terhadap prestasi orang lain dalam beramal dan kemudian kita mengikutinya dengan ikhlas dan melebihnya, itu suatu perbuatan positif. Menghukum bukan berarti membalas, tetapi mendidik supaya merasa kapok.

Dengan pemahaman ini, setiap orang tua diharapkan dapat menjadi panutan untuk mewujudkan keluarga sukhinah. Karena pada prinsipnya setiap orang tua harus mampu menjadikan dirinya seorang Brahmana (pusat spiritual), seorang Ksatrya (pelindung), seorang Vesya (sumber penghidupan) dan sebagai seorang sudra (pelayan) semua anak-anaknya dengan kasih saying dan cinta yang tulus.

Dharma Artha Kama Moksanam Sarira Sdhanam, demikian dalam kitab Brahmana Purana disebutkan yang artinya Badan wadah yang diberikan oleh Ida Sang Hyang Widi ini adalah dipergunakan untuk mencapai Dharma, Artha, Kama dan Miksa. Keempatnya terjalin satu sama lainnya. Dalam Kitab Sarasamuscasya Sloka 135 menegaskan:

Dharmaarthakamamoksanam pranah samsthitihetavah,
Tat nighnata kin na hatam raksa bhutahitartha ca”.

Terjemahan:

Untuk Menjamin tercapainya Dharma, artha, kama dan moksa itu haruslah melakukan bhutahita artinya melestarikan dan mengupayakan kesejahteraan semua makhluk”.

 Kemudian di dalam Kutipan Ramayana Kakawin sargah I disebutkan:

Gunamanta Sang Dasaratha
Wruh Sira Ring Weda Bhakti Ring Dewa
Tar Malupeng Pitra Puja
Maasih ta sireng swagotra kabeh”.

Terjemahan:

Gunawanlah Sang Dasaratha
Beliau Pandai dalam Weda dan bhakti kepada Dewa
Tidak pernah lupa akan pemujaan terhadap leluhur
Cinta Kasih kepada seluruh keluarganya”.

Maka Guna menghadapi tantangan global, kesadaran suami istri haruslah dapat dipahami sebagai bagian yang utuh dan dihayati serta dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Menjaga kehidupan keluaraga dapat dilaksanakan dengan kiat sebagai berikut:

1. Memuliakan Posisi Ibu/ Perempuan

Perempuan harus dihormati dan disayangi oleh ayahnya, kakaknya, suaminya dan iparnya yang mengkehendaki kesejahteraan sendiri (MDS,III:55).

Dimana perempuan dihormati disana para dewa merasa senang, akan tetapi dimana perempuan tidak dihormati disana tidak ada upacara suci apapun berpahala (MDS, III:56)

Rumah tangga dimana perempuan hidup bersedih, keluarga itu akan cepat mengalami kehancuran, sebaliknya di mana perempuan/ibu tidak hidup menderita keluarga itu akan selalu hidup bahagia. (MDS,III:57)

2. Jaga Kegarmonisan Keluarga

Pada keluarga di mana suami hidup berbahagia dengan istrinya demikian pula sang istri hidup bahagia dengan suaminya kebahagiaan mereka pasti kekal. (MDS, III:60)

3. Selali Ingat Kepada Ida Hyang Widhi

Dengan melakukan sembahyang/Upacara Yadnya di jamin akan mendapatkan keselamatan, kebahagiaan, dan perlindungan dari Hyang Widhi.

4. Jangan Lupa Hormat Pada Tamu Yang Datang Ke Rumah Kita.

Seorang kepala keluarga tidak akan memakan makanan yang enak tanpa menyuguhkan makanan yang sama kepada tamunya, penerima tamu secara ramah memberi pahala kekayaan, kemasyuran hidup panjang umur dan kedamaian keluarga. (MDS, III: 106)

5. Anak Baik (Suputra) Cahaya Keluarga

"Kalinganya, ya ing wengi Sang Hyang Candra sira pinaka damar, yan ring rahina Sang Hyang Rawi pinaka damar, kunang yan ing kula, ikang anak suputra pinaka damar, ling ning aja". (Slokantara, 24).

Terjemahan:

"Waktu malam, bulanlah sebagai lampunya, di siang hari mataharilah lampunya, dari ketiga dunia ini Dharmalah sebagai lampunya, dan dalam suatu keluarga putra yang baik itulah cahayanya".

Baca Juga
SHARE
Subscribe to get free updates

Related Posts

Post a Comment

Iklan Tengah Post