Membina Hubungan Keluarga yang Ideal Dalam Hindu
HINDUALUKTA -- Tentang tujuan hidup manusia, setiap orang tentunya mempunyai pandangan masing-masing, dan berdasarkan pandangannya itu mereka mengusahakan untuk mencarinya. Dalam mewujudkan tujuan hidupnya itu, tidak sedikit orang yang hanya mementingkan diri, egois merasa benar sendiri dan harus selalu menang dan mampu mengalahkan yang lain. Pendidikan yang keliru, misalnya sejak anak-anak telah ditanamkan bahwa orang tuanya berasal dari golongan yang kaya, derajatnya tinggi, bangsawan dan memandang rendah mereka para rakyat jelata, para pekerja, buruh, pembantu rumah tagga dan sebagainya, padahal belum tentu orang yang dipandang rendah martabatnya, karena lahir dari keluraga yang dianggap rendah tidak memiliki budhi pekerti yang luhur. Dalam kehidupan masyarakat, tidak sedikit kita memperhatikan di lingkungan kita anak-anak yang sejak dini mengangggap orang yang karena kelahiran dari keluarga petani, peternak, buruh, nelayan dan pekerja pada umunya derajat dianggap rendah, mengembangkan sifat yang arogan, egostis, tidak peduli dengan lingkungan dan minta selalu dihormati.
Bail Kul Kul Pura Gunung Salak (Foto: Mutiarahindu.com) |
"Manusyam durlabham prapya vidyullasita cancalam,
bhavakuayem atia kaya bhavopakaraoesu ca".
Terjemahan:
"Menjelma menjadi Manusia itu, sebentar sifatnya, tidak berbeda dengan kerdipan petir, sunggu sulit (didapat), karenanya pergunakanlah penjelmaan itu untuk melaksanakan dharma yang menyebabkan musnahnya penderitaan. Sorgalah pahalanya", (Sarasamuccaya 8)
Dalam kehidupan modern dewasa ini, seseorang menghargai orang lain dari penampilannya, sikapnya yang sopan, lemah lembut, tutur katanya manis dan ramah dan memancarkan budhi pekerti yang luhur. Orang-orang yang demikian keadaannya, apalagi sangat giat belajar, rendah hati dan ramah, serta memiliki keimanan yang tinggi senantiasa akan mendapatkan perlindungan Tuhan Yang Maha Esa, karena pada dirinya memancarkan kasih sayang yang sejati. Ketika seseorang merenung dengan dalam tentang arti dan tujuan hidupnya, maka bagi mereka yang mendalami ajaran agama Hindu, tujuan hidup yang pertama adalah mewujudkan "Dharma", yakni kebajikan, kebaikan, kebenaran, kasih sayang, taat kepada hukum dan taat kepada ajaran agama. Sejak masa kanak-kanak (disebut masa Brahmacari), mereka harus giat belajar, rajin sembahyang dan mengembangkan budhi pekerti yang luhur. Orang tuanya yang bijak tentu akan menyekolahkan anaknya dengan baik, mengembangkan kepribadian anaknya di rumah dan masyarakat, sedangkan di sekolah, guru sangat berperan untuk menumbuh kembangkan nilai-nilai budhi pekerti. Mereka yang rajin belajar di sekolah tentunya mendapat pendidikan agama dengan baik dan mengerti tentang tujuan hidup seperti yang disebutkan di atas. bTujuan hidup manusia menurut ajaran agama Hindu adalah untuk mewujudkan "dharma", Artha, Kama dan Moksa.
Seperti telah disebutkan, sejak masa kanak-kanak pendidikan agama yang menekankan kepada ajaran moralitas sangat ditekankan. Demikian seseorang telah selesai melaksanakan pendidikan dan memperoleh pekerjaan yang layak, maka tujuan hidup yang ke 2 dan ke 3 (artha dan Kama) dapat menjadi prioritas, dalam arti untuk mencari " arthi" harta benda duniawi dan mencari kegembiraan, kesenangan dan memenuhi dorongan nafsu (kama), kedua hal tersebut diperoleh berdasarkan "darma" dalam arti kepatutan, kebijaksanaan dan tentunya tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama dan moralitas pada umumnya.
Ketika seseorang telah menyelesaikan pendidikan sesuai dengan kemampuannya dan ingin berumah tangga, maka mestinya dengan saksama menentukan calon pilihannya, karena pilihannya itu, setelah upacara perkawinan diharapkan berlangsung abdai. Seorang yang telah membangun rumah tangga (grahasta), membangun rumah tangganya itu dengan persiapan yang matang. Perkawinan menurut kitab suci weda bersifat abadi dan tidak dibenarkan adanya perceraian di antara mereka. Seandainya karena sesuatu hal, setelah kelahiran anak-anaknya, perceraian terjadi, maka hubungan keluarga mereka akan berlangsung terus, hubungan anak dengan ibu atau bapaknya tidak boleh putus. Seorang suami yang telah beristri menjadikan istrinya sebagai pendamping yang setia sampai ia mati, demikian pula seorang istri menjadikan suaminya pasangan yang abadi. Keduanya nanti, ketika suami istri tersebut meninggal dan telah diupacarakan mencapai status alam 'pitra' (pitraloka), yakni alam leluhur yang suci, mereka akan disembah oleh anak cucu dan seluruh keturunanya. Berkenaan dengan tersebut, di dalam kitab suci Veda, banyak kita jumpai sabda Tuhan Yang Maha Esa yang memberi petunjuk tentang perkawinan, karena itu hendaknya rumah tangga yang di bangun tetap lestari penuh damai dan sejahtera, orang tua sangat memperhatikan pendidikan adalah mengantar seorang anak menuju tingkat dewasa. Kata "dewasa", berasal dari bahasa Sanskarta "devasya" yang berarti "memiliki sifat-sifat devata", artinya sudah matang lahir dan bathim, pikirannya sudah jernih dalam menyelesaikan segala persoalan hidup dan penuh tanggu jawab, sedangkan tujuan pendidikan adalah membangun karakter "karakter Building", yakni budhi pekerti yang luhur atau akhlak yang mulia.
Berdasarkan tersebut jelas tujuan hidup manusia adalah untuk mewujudkan "Dharma", "Artha" dan "Kama" sedang "Moksa" merupakan tujuan yang tertinggi. Tujuan hidup itu disebut "Purusartha" (purusa + artha) atau tujuan utama hidup manusia yang juga sering disebut "Catur Purusa Artha", empat tujuan utama. Keempat tujuan utama hidup manusia itu dapat dibedakan lagi menjadi 2 bagian, yaitu: mewujudkan "jagadhita", dan "moksa". Kata "jagadhita" terdiri dari dua kata dasar, yaitu "jagat" yang berarti dunia ini, dan "hita" berarti sejatera. Kata "jagadhita" merupakan kata yang disandhikan (digabungkan), dan akibat hukum "sandhi" tersebut "jagat + hita", berubah menjadi "jagadhita", yang berarti dunia sejatera, yang dimaksud adalah dunia kecil (pribadi kita), keluarga dan masyarakat sebagai dunia yang lebih besar. "Moksa" adalah tujuan yang tertinggi yang mesti di persiapkan pula sejak dini dengan landasannya yang kokoh berupa "Dharma".
Berdasarkan tersebut jelas tujuan hidup manusia adalah untuk mewujudkan "Dharma", "Artha" dan "Kama" sedang "Moksa" merupakan tujuan yang tertinggi. Tujuan hidup itu disebut "Purusartha" (purusa + artha) atau tujuan utama hidup manusia yang juga sering disebut "Catur Purusa Artha", empat tujuan utama. Keempat tujuan utama hidup manusia itu dapat dibedakan lagi menjadi 2 bagian, yaitu: mewujudkan "jagadhita", dan "moksa". Kata "jagadhita" terdiri dari dua kata dasar, yaitu "jagat" yang berarti dunia ini, dan "hita" berarti sejatera. Kata "jagadhita" merupakan kata yang disandhikan (digabungkan), dan akibat hukum "sandhi" tersebut "jagat + hita", berubah menjadi "jagadhita", yang berarti dunia sejatera, yang dimaksud adalah dunia kecil (pribadi kita), keluarga dan masyarakat sebagai dunia yang lebih besar. "Moksa" adalah tujuan yang tertinggi yang mesti di persiapkan pula sejak dini dengan landasannya yang kokoh berupa "Dharma".
Baca Juga
Post a Comment
Post a Comment