Caru Upacara untuk Mengharmoniskan Alam Semesta
HINDUALUKTA -- Tradisi persembahan berupa binatang khususnya yang akan digunakan pada saat upacara tawur kesanga dalam hari raya Nyepi telah bersumber pada kitab suci Rgveda 1.162. 21-22 disebutkan bahwa binatang sebagai persembahan “sesungguhnya engkau tidak disakiti, engkau tidak dibunuh, engkau tidak mati, engakau akan pergi ke tempat para dewa melalui jalan yang benar dan indah. Engkau akan dij emput dengan kereta yang indah, yang ditarik oleh kuda-kuda milik Dewa Indra kuda milik Dewa Maruta dan kuda milik Dewa Aswin dan para Dewa akan menemanimu pergi ke sorga”.
Foto: Swastrawan |
Jadi kurban berupa binatang bertujuan (l). Membantu binatang untuk mendapatkan surga ; (2) membebaskan dosadosa binatang sehingga bisa menjelma kembali menjadi mahkluk yang lebih mulia; (3) membebaskan dosa-dosa orang yang melakukan yadnya.
Caru pada hakekatnya adalah upacara untuk mengharmoniskan alam semesta agar tidak menyebabkan pengaruh-pengaruh negatif terhadap kehidupan mahluk hidup di bumi. Unsur-unsur yang disebut panca mahabhuta (pertiwi, apah, teja, wayu, akasa) yang ada dalam bhuana alit dan bhuana agung selalu dalam keadaan seimbang sehingga menyebabkan jagadhita. Jikalau unsur-unsur ini dalam keadaan disharmoni maka aka menyebabkan ketidaktenangan, malapetaka. Keseimbangan antara bhuana agung dengan bhuana alit (makrokosmos dengan mikrokosmos) harus dijaga.
Manusia yang hidup diantara bhuta dan dewa, dengan melaksanakan upacara bhuta yadnya (caru) dan Dewa yadnya harus menyadari dirinya yang sej ati, manusia utama (purusatama). Manusia sebagai cahaya Hyang Widhi yang adamengada-meniada kepada Sang Cahaya tersebut (metu lina ' saking Bhatara Siwa). Bukan sebaliknya “jatuh” ke dalam kegelapan (bhuta). Tetapi bhuta perlu dijaga keharmonisannya (somya) dengan berbagai upaya sebagaimana diajarkan dalam agama Hindu dengan ritus caru. Caru dilaksanakan karena manusia menj adikan bhuta sebagai obyek indriyanya . Obyek indriya diupayakan dalam keadaan bhuta kita dengan demikian kerahayuan hidup tercapai. Setelah bhuta menjadi somya maka Hyang Bhutapati yang juga Hyang Pasupati disthanakan lalu dipuja.
Kini dimensi religius-magis caru tersebut harus membangun kesadaran umat Hindu untuk harmoni dengan alam semesta dalam ruang waktu yang terus berubah. Ritus caru menjadi tatanan manata diri dalam berprilaku bahwa musuh dalam diri, keangkuhan, iri hati dendam dan kegelapan pikiran harus di somya agar diri menjadi mahluk utama. Bergegaslah melakukan tindakan tanpa kekerasan pada sesama dan lingkungan, sucikan ragawi dan jiwani.
Artikel ini telah terbit di majalah Wartam/edisi 41 Juli 2018. Hal 59 dengan judul "Caru".
Baca Juga
Post a Comment
Post a Comment